Federasi Sepak Bola Internasional (FIFA) mengancam menjatuhkan sanksi kepada Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) jika masalah yang membelit organisasi sepak bola di Tanah Air itu tak kunjung tuntas. Tenggat yang diberikan, berdasarkan surat FIFA 26 November 2012 lalu yaitu 10 Desember 2012.
Pada surat yang ditandatangani oleh Jerome Valcke, Sekretaris Jenderal FIFA, organisasi internasional itu akan menggelar rapat komite eksekutif pada 14 Desember 2012. Di situlah nasib sepak bola Indonesia ditentukan apakah masih bisa ikut dalam aktivitas internasional seperti sekarang atau dilarang.
Masalah yang membuat FIFA gerah adalah lahirnya dua liga: Liga super Indonesia dan Liga Primer Indonesia. Bahkan secara paralel, sebut FIFA, berakibat lahirnya tim nasional yang lain.
Bagi Ketua Umum PSSI, Djohar Arifin, sikap FIFA itu ada yang aneh. “Kami tidak pernah melanggar aturan namun dihukum. Kami juga tidak pernah melanggar statuta. FIFA seharusnya melindungi anggota resminya dan memperhitungkan anggota resminya,” ujarnya. Semestinya FIFA melindungi anggotanya dari pihak yang ingin merusak PSSI.
Namun sanksi larangan bermain pada semua ajang sepak bola internasional sudah di depan mata. Jika ini terjadi tentu sangat tidak menguntungkan bagi Indonesia.
“Sudah pasti kita hanya mendapatkan kerugian karena hubungan internasional kita pasti terputus,” imbuhnya. Dengan lain kata, PSSI akan terkucil dan hanya bisa main di dalam negeri seperti klub tarkam (antar-kampung).
Tidak jauh berbeda dengan Djohar Arifin, pelatih tim nasional Indonesia U-21, Widodo Cahyono Putro menilai sama sekali tidak ada untungnya jika FIFA melarang PSSI atau Indonesia mengikuti semua ajang sepak bola internasional. “Kita sama-sama mencari jalan yang terbaik. Tapi apa boleh buat jika PSSI harus di-banned FIFA,” kata mantan penyerang timnas di era 1990-an itu.
Widodo juga menilai semua ada sisi baik dan buruknya. “Kalau PSSI di-banned kita mulai lagi dari nol membangun PSSI dan sepak bola Indonesia. "Tapi jangan ada lagi unsur politik, semua benar-benar untuk persepakbolaan Indonesia,” jelasnya.
Sedangkan bagi mantan pemain Sampdoria Primevera, Bima Sakti juga ikut menyayangkan jika pada akhirnya keputusan FIFA jatuh ke PSSI. Namun dia pasrah, serta hanya berharap ke depan sanksi bisa berubah.
Bagi Bima, seandainya keputusan FIFA memang dijatuhkan, itu untuk kebaikan PSSI dan sepak bola Indonesia. Karena itu, mau tak mau harus diterima. ”Jika keputusan FIFA untuk kebaikan Indonesia tidak apa-apa. Namun saya tetap menyayangkan keputusan tersebut,” urai mantan pemain Pelita Jaya.
Untuk Bima, keputusan FIFA yang memberikan sanksi ada sisi positifnya, yakni bisa membuat PSSI berbenah diri. “Timnas bisa berubah menjadi lebih baik, begitu juga dengan pengurus PSSI ke depannya bisa lebih baik,” harapnya.
Konflik PSSI dan KPSI (Komite Penyelamat Sepak Bola Indonesia) sebenarnya sudah ditengahi dengan terbentuknya Joint Committee atau Komite Bersama. Komite ini dibentuk Konfederasi Sepak Bola Asia alias AFC pada 7 Juni lalu di Kuala Lumpur, Malaysia. Komite terdiri dari empat perwakilan dari PSSI dan empat utusan dari KPSI.
Menko Kesra Agung Laksono yang ditunjuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono merangkap pejabat sementara Menteri Pemuda dan Olah Raga setelah ditinggalkan Andi Mallarangeng yang mengundurkan diri, minta agar seluruh pihak yang bertikai mematuhi nota kesepahaman yang telah disepakati di Kuala Lumpur itu. Alasannya, semua pihak menandatangani kesepakatan itu.
“Kesepakatan itu merupakan cerminan ada niat baik dari mereka untuk memperbaiki suasana. Jangan melanggar kesepakatan itu karena nanti yang rugi olah raga kita, sepak bola Indonesia,” tandas Agung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar